agar tidak busuk maka serat eceng gondok harus melalui tahap

Caramembuat bingkai foto dari bambu pun terbilang cukup mudah dan sederhana, yakni dengan memotong bambu yang sudah disiapkan menjadi kecil-kecil atau sesuai dengan ukuran foto. Selanjutnya kita bisa menempelkan masing-masing bambu mengikuti pola dengan menggunakan lem, dan yang terakhir tinggal kita kasih warna supaya bingkai lebih menarik. BahanBahan Untuk Fermentasi Pakan Ternak. Bahan Bahan Yang Dapat Digunakan Untuk Fermentasi Pakan Ternak starbio ternak Bahan - bahan yang dapat dipakai untuk dibuat pakan fermentasi sebagai berikut : jerami padi jerami kacang tanah (rendeng) eceng gondok kulit buah kakao biji buah kakao buah kakao limbah ubi kayu ampas sagu bungkil inti sawit Ecenggondok tetap ditanam di danau untuk mengatasi pencemaran akibat zat kimia, tetapi perkembangbiakkannya harus dibatasi agar tidak menyebabkan masalah baru bagi danau tersebut. Lebih baik lagi jika eceng gondok dimanfaatkan secara maksimal karena serat selulosanya dapat diolah untuk berbagai keperluan, seperti barang kerajinan maupun bahan CaraMencampur Bahan Baku Untuk Pakan Lele. Bahan baku pakan ikan lele yg sudah menjadi tepung halus tadi sebaiknya kita golongkan menjadi 2, yaitu golongan yg berjumlah banyak misalnya dedak, tepung ikan, dan tepung kedelai serta golongan yg berjumlah sedikit seperti vitamin dan mineral. Cara mencampur bahan-bahan yg berupa tepung kering bagiantangkai, maka bagian yang lainnya harus dibersihkan. Kemudian tangkai dicuci dan dibilas hingga bersih. Bila perlu. menggunakan sabut atau kaporit agar senantiasa dalam keadaan. sehat mengingat asal enceng gondok yang tumbuh ditempat kotor. 34 Gambar 33. Proses pengambilan sampel (Sumber: Penulis,17 Juli 2012) untukmengembangkan material cara pembuatan beton. Pemakaian serat dalam campuran beton sudah cukup lama dilakukan, namun karena ketersediaannya semakin menurun, maka dikembangkan berbagai kreasi macam percobaan mixdesign beton, salah satunya adalah dengan penggunaan serat eceng gondok sebagai bahan tambahannya. Eceng gondok yang sudah Penelitianini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka (library research), dengan menggali berbagai informasi berkenaan dengan pendidikan seks pada remaja , maka diperoleh hasil, pertama: pendidikan seks harus dianggap sebagai bagian dari proses pendidikan untuk menanggulangi perilaku seks yang menyimpang adalah dengan Potensialam yang melimpah di desa Asinan adalah eceng gondok, namun pengolahannya belum optimal. IbM ini bertujuan dapat memberdayakan karang taruna desa Asinan untuk memanfaatkan kompos enceng gondok untuk budidaya jamur. Pemberdayaan Karang Taruna Desa Asinan melalui Budidaya Jamur Merang Menggunakan Eceng Gondok (Eichhornia Fitoprosesterdiri dari reaktor eceng gondok dengan berbagai variasi berat, reaktor kontrol tanpa tumbuhan (K0), serta reaktor kontrol tanpa limbah (KEC). Reaktor dengan variasi berat tumbuhan Gambar 4. Nilai pH pada Reaktor Eceng Gondokdijelaskan sebagai berikut: 1. Eceng gondok 200 g (EC1) 2. Eceng gondok 300 g (EC2) 3. Eceng gondok 400 g (EC3) Padadasarnya tangkai eceng gondok tidak bisa secara langsung digunakan sebagai bahan anyaman,akan tetapi perlu dipersiapkan terlebih dahulu melalui beberapa tahap pemrosesan. Masing-masing tahap akan diulas sebagai berikut ini. Oleh karena, untuk mempersiapkan bahan anyaman hanya diperlukan bagian tangkai daunnya, maka bagian yang . – Eceng gondok merupakan salah satu tumbuhan yang hidup di air, teman-teman. Eceng gondok biasanya dimanfaatkan jadi bahan baku kerajinan, lo! Kira-kira, bagaimana tahap awal eceng gondok dapat dijadikan bahan baku kerajinan, ya? Cari tahu tahap awal pengolahan eceng gondok hingga bisa jadi bahan baku kerajinan, yuk! Eceng Gondok, si Gulma yang Jadi Bahan Kerajinan Sebelum mencari tahu tahap awal eceng gondok menjadi kerajinan, kita kenali tentang enceng gondok dulu, ya. Di Republic of indonesia, ada tiga jenis eceng gondok, yautu eceng gondok sungai, rawa, dan kolam. Eceng gondok tumbuh sangat cepat, sehingga bisa memenuhi permukaan air. Nah, karena kecepatan pertumbuhannya itu menganggu, eceng gondok disebut gulma yang berpotensi merusak ekosistem perairan. Sebabnya, apabila eceng gondok menutupi seluruh permukaan air, cahaya matahari yang masuk ke dalam air jadi berkurang dan menganggu kehidupan di bawah air. Tapi, kalau eceng gondok sudah dijaring dari air, eceng gondok bermanfaat. Salah satu manfaat eceng gondok adalah bisa dikreasikan sebagai bahan dasar anyaman. Baca Juga Gerabah Ouw Sempe Belanga, Ketahui Asal-Usul dan Makna Sempe Belanga bagi Masyarakat Ouw, yuk! Tahap Awal Eceng Gondok dapat Dijadikan Bahan Baku Kerajinan Menyiapkan Bahan dan Alat Kerajinan Eceng Gondok Tahap awalnya, kita harus menyiapkan eceng gondok kering. Eceng gondok yang sudah kering inilah yang bisa dijadikan bahan baku kerajinan. Kemudian, peralatan yang dibutuhkan adalah papan, kayu, gergaji, martil, paku, bahan kain, alat penjepit, gunting, pernis, kuas, dan lem. Menyiapkan Bahan Baku Eceng Gondok Kering Nah, untuk bahan baku eceng gondok, mula-mula eceng gondok diambil dari permukaan air, teman-teman, misalnya dari danau atau sungai. Caranya dengan memotong batang eceng gondok, kemudian bagian daunnya dibuang. Eceng gondok yang baik untuk dibuat anyaman, biasanya memiliki tinggi sekitar 30 sentimeter, ukurannya besar, dan sudah tua. Kemudian, batang eceng gondok dijemur di bawah cahaya matahari sampai kering, di atas alas plastik atau terpal. Batang eceng gondok ini dikeringkan selama 2 – 3 hari atau satu minggu, hingga benar-benar kering, sehingga mudah untuk dianyam. Supaya kering merata, eceng gondok juga perlu dibolak-balik, nih. Kemudian, batang eceng gondok juga harus terjaga dari air, supaya tidak berjamur. Nanti, eceng gondok yang kering berubah warna menjadi warna cokelat. Baca Juga Keren! Gitar dan Alat Musik Ini Terbuat dari Bahan Pembuat Genting Proses Penganyaman Eceng Gondok Setelah eceng gondok kering tersedia, barulah proses membuat kreasi eceng gondok bisa dimulai. Batang eceng gondok kering dipotong-potong supaya rapi, kemudian di-printing supaya pipih, menggunakan alat dari bambu. Sesudah dipipihkan, batang eceng gondok kering bisa langsung dianyam atau bentuk dan ukurannya disesuaikan dengan kreasi apa yang akan dibuat. Misalnya ada yang dipilin hingga menyerupai tali tambang. Nah, kemudian, bahan baku ini bisa dikreasikan menjadi berbagai kerajinan, seperti tas anyam, tempat tisu, kotak penyimpanan, hingga papan meja. Supaya bisa membentuk pola kerajinan yang berbeda, ada cetakan yang dibuat dengan papan kayu, yang jadi alat bantu menganyam. Nantinya, pola anyaman dibuat dengan menyesuaikan cetakannya. Supaya anyamannya kuat, pengrajin akan menggunakan lem sebagai perekat. Kemudian, setelah bentuk anyaman menutupi cetakan dan cetakan dikeluarkan, hasil anyaman itu diberi pernis agar warnanya semakin menarik. Lalu, tinggal dijemur, deh! Setelah itu, kita bisa menambahkan aksesoris tambahan dari bahan kain yang sudah disiapkan. Baca Juga Bukan Sekadar Aksesoris, Ada Makna di Balik Manik-Manik Suku Dayak —– Teman-teman, kalau ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dunia satwa, dan komik yang kocak, langsung saja berlangganan majalah Bobo, Mombi SD, NG Kids dan Album Donal Bebek. Caranya melalui Atau teman-teman bisa baca versi elektronik e-Magz yang dapat diakses secara online di Artikel ini merupakan bagian dari Parapuan Parapuan adalah ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya. PROMOTED CONTENT Video Pilihan Concrete is a material that is widely used and is a major element in buildings. The use of fiber in the mixture of concrete has been done long enough, but because its availability is declining, then developed various kinds of concrete mix design experiments, one of them is the use of water hyacinth fiber as an additional material. This research will be conducted in accordance with Indonesian Standard SK SNI and foreign standard ASTM. The test object consists of a cylindrical test with the diameter of 15 cm and a height of 30 cm, and it is developed to 4 mixture variations with the amount of 2%, 4%, 6%, 8%, of total cement. The mechanical properties of concrete is being tested include concrete compressive strength. Itis tested at the age of 7 days, and then converted at 28 days, using test objects mixed with different fiber variations. The results of the test are compressive strength test with 2% variation is 7,54MPa, compressive strength testwith 4% variation is 6,74 Mpa, compressive strength with 6% variation is 4,58 Mpa, compressive strength with 8% variation is MPa. Maximum concrete compressive strength occurs in 2% fiber mixture, while the minimum concrete compressive strength occurs in 8%. From these results, it can be concluded that the addition of water hyacinth fiber to the mixture for low quality concrete has not been able to increase its compressive strength. Keywords Fiber, Water Hyacinth, Concrete Compressive Strength. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free UkaRsT TAHUN 2018 p ISSN 2579-4620 e ISSN 2581-0855 PENGARUH PENAMBAHAN SERAT ALAMI ECENG GONDOK TERHADAP KUAT TEKAN BETON BERKUALITAS RENDAH Nur Affandy 1; Zulkifli Lubis 2 1,2 Fakultas Teknik Universitas Islam Lamonganemail nurazizahpsts djoelslubispsts Abstract This research will be conducted in accordance with Indonesian Standard SK SNI and foreign standard ASTM. The test object consists of a cylindrical test with the diameter of 15 cm and a height of 30 cm, and it is developed to 4 mixture variations with the amount of 2%, 4%, 6%, 8%, of total cement. The mechanical properties of concrete is being tested include concrete compressive strength. Itis tested at the age of 7 days, and then converted at 28 days, using test objects mixed with different fiber variations. The results of the test are compressive strength test with 2% variation is 7,54MPa, compressive strength testwith 4% variation is 6,74 Mpa, compressive strength with 6% variation is 4,58 Mpa, compressive strength with 8% variation is MPa. Maximum concrete compressive strength occurs in 2% fiber mixture, while the minimum concrete compressive strength occurs in 8%. From these results, it can be concluded that the addition of water hyacinth fiber to the mixture for low quality concrete has not been able to increase its compressive strength. Keywords Fiber, Water Hyacinth, Concrete Compressive Strength. Abstrak Penelitian ini akan dilakukan sesuai dengan Standar SK Indonesia SNI dan standar asing ASTM. Benda uji terdiri dari uji silindris dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm, dan dikembangkan menjadi 4 variasi campuran dengan jumlah total semen 2%, 4%, 6%, 8%. Sifat mekanik beton sedang diuji termasuk kekuatan tekan beton. Itu diuji pada usia 7 hari, dan kemudian dikonversi pada 28 hari, menggunakan benda uji dicampur dengan variasi serat yang berbeda. Hasil pengujian adalah uji kuat tekan dengan variasi 2% adalah 7,54MPa, uji kuat tekan dengan variasi 4% adalah 6,74 Mpa, kuat tekan dengan variasi 6% 4,58 Mpa, kuat tekan dengan variasi 8% adalah 3,63 MPa. Kekuatan tekan beton maksimum terjadi pada campuran serat 2%, sedangkan kekuatan tekan beton minimum terjadi pada 8%. Dari hasil ini, dapat disimpulkan bahwa penambahan serat eceng gondok ke dalam campuran beton berkualitas rendah belum mampu meningkatkan kekuatan tekannya. Kata Kunci Serat, Eceng Gondok, Kekuatan Tekan Beton. 1. PENDAHULUAN Beton adalah campuran antara semen Portland atau semen hidrolik yang lain, agregat halus, agregat kasar dan air, dengan atau tanpa bahan tambahan yang membentuk massa padat, SNI-03-2847-2002. Beton merupakan bahan yang banyak digunakan dan menjadi unsur utama pada bangunan. Kelebihan beton antara lain memiliki kuat tekan yang tinggi dibanding kuat tariknya, mudah dibentuk, tidak memerlukan perawatan khusus, bahan yang mudah didapat dari alam sekitar, dan lebih awet dibandingkan bahan bangunan lain. Semakin banyak beton digunakan sebagai bahan penyusun struktur beton, maka mendorong sebuah bentuk penelitian untuk mengembangkan material cara pembuatan beton. Pemakaian serat dalam campuran beton sudah cukup lama dilakukan, namun karena ketersediaannya semakin menurun, maka UkaRsT TAHUN 2018 p ISSN 2579-4620 e ISSN 2581-0855 dikembangkan berbagai kreasi macam percobaan mixdesign beton, salah satunya adalah dengan penggunaan serat eceng gondok sebagai bahan tambahannya. Eceng gondok yang sudah menutupi sebagian besar wilayah perairan. Perkembangbiakan yang demikian cepat menyebabkan tanaman eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Usaha untuk memberantas tanaman gulma air ini dinilai masih kurang baik dan efektif, karena tingkat pertumbuhannya masih lebih cepat dari pembuangannya. Banyak peneliti melaporkan bahwa eceng gondok dapat menyerap zat pencemar dalam air dan dapat dimanfaatkan untuk mengurangi beban pencemaran lingkungan. Tercatat bahwa dalam waktu 24 jam eceng gondok mampu menyerap logam Cd, Hg dan Ni sebesar 1,35 mg/g; 1,77 mg/g, dan 1,16 mg/g bila logam itu berada dalam keadaan tidak tercampur dan menyerap Cd 1,23 mg/g, 1,88 mg/g, dan Ni 0,35 mg/g berat kering apabila logam – logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain dalam air Aningsih, 1991. Kandungan selulosa Cross and Bevan eceng gondok sebesar 64,51% dari berat total Joedodibroto, 1983. 2. METODE PENELITIAN Metode penelitian ini dilakukan dengan menggunakan cara eksperimen, pengujian dilaboratorium teknik universitas islam lamongan. Metode penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan kuat tekan beton tanpa bahan tambahan serat selulosa eceng gondok sebagai bahan penambah mix design beton. benda uji untuk penelitian ini menggunakan masing-masing benda uji sebanyak 3 benda uji. untuk campuran serat masing-masing 0%2%4%6%8% dengan menggunakan Menggunakan silider diameter 15 cm dengan tinggi 30 cm, dan beton akan diuji pada umur 7 hari, dan sesudah itu akan dilakukan perhitungan konversi beton untuk mengetahui kuat tekan beton pada umur 28 hari dan kemudian diambil datanya. Teknik pengumpulan data A. Eksperimen Eksperimen adalah suatu kegiatan bersifat ilmiah yang bertujuan memperoleh data berdasarkan hasil penelitian. B. Studi literatur Studi literatur adalah mencari data-data maupun informasi yang berkaitan dengan penelitian melalui membaca buku maupun internet sebagai sumber acuan dalam penelitian. Pelaksanaan penelitian A. Bahan Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pembuatan benda uji adalah • Semen Portland • Agregat kasar UkaRsT TAHUN 2018 p ISSN 2579-4620 e ISSN 2581-0855 • kerikil • Agregat halus pasir • Serat alami eceng gondok • Air tawar B. Peralatan Peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah • Alat pencampur bahan - Concrete mixer - Sekop /sendok semen • Cetakan silinder beton • Mesin tekan hidrolis untuk menguji kuat tekan beton. Diagram Alir Penelitian UkaRsT TAHUN 2018 p ISSN 2579-4620 e ISSN 2581-0855 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Proses pengujian benda uji dlakukan dilaboratorium Teknik Sipil Universitas Islam Lamongan. Benda uji yang digunakan adalah silinder dengan ukuran tinggi 30 cm dan diameter 15 cm sebanyak 3 buah untuk setiap sample campuran beton kemudian diuji kuat tekan pada umur 7 hari, yang akan dikonversikan ke umur 28 hari . Diharapkan dengan penambahan serat alami eceng gondok terhadap campuran beton bisa menambah kuat tekan beton. berikut merupakan hasil pengujiannya. Hasil Uji Slump UkaRsT TAHUN 2018 p ISSN 2579-4620 e ISSN 2581-0855 Gambar 2. Hasil Slump Test Sumber Hasil Analisa, 2018 Berdasarkan data penelitian bahwa diperoleh nilai Slump dari beton tanpa campuran serat ecemg gondok sebesar 7 cm. dengan campuran 2%, serat didapat nilai 6,5 cm, campuran 4% didapat nilai 5,5 cm, campuran 6% didapatkan nilai 6 cm. dan pada campuran 8% didapat nilai 5 cm. dari keempat campuran beton diatas dapat disimpulkan bahwa nilai slump yang diperoleh dapat dianggap kurang baik, karena syarat nilai slump yang baik kisaran antara 8-12 cm. Grafik Kuat Tekan Tegangan Hancur 28 Hari Gambar 4. Grafik Kuat Tekan Tegangan Hancur Umur 28 Hari Sumber Hasil Analisa, 2018Dari grafik di atas diketahui nilai kuat tekan beton yang sudah dikonversi ke 28 hari. Tanpa serat Normal diperoleh nilai rata-rata sebesar 9,31 Mpa. campuran serat 2%, diperoleh rata- rata UkaRsT TAHUN 2018 p ISSN 2579-4620 e ISSN 2581-0855 7,54 Mpa, nilai ini menurun 19% jika dibanding non serat. campuran 4% diperoleh nilai rata-rata 6,74 Mpa, nilai ini menurun 28% jika dibanding dengan non serat. Campuran 6% diperoleh rata-rata 4,58 Mpa, nilai ini menurun 51% jika dibanding non serat. terakhir pada campuran 8% diperoleh nilai rata-rata 3,63 Mpa. Nilai ini menurun 61% jika dibanding dengan non serat. Grafik Hubungan Antara Penambahan Serat terhadap Kuat Tekan Beton Umur 28 Hari Gambar 3. Grafik Kuat Tekan Rata-Rata Umur 28 Hari Dengan Persamaan Regresi Sumber Hasil Analisa, 2018 Pada penulusuran model regresi penambahan serat selulosa eceng gondok terhadap kuat tekan umur 28 hari, diatas diplot dalam grafik dan garis regresi polynomial mulai order 2 sampai dengan order 4 yang dibuat dengan trendline. Titik-titik yang dibuat oleh regresi order 2 sampai dengan order 3 tampak berimpit dan nilai R2 order 2 dan 3 sama, dimana order 4 menunjukkan nilai R2=1. Penulusuran model regresi pengaruh penambahan serat selulosa eceng gondok terhadap kuat tekan beton. Dari hasil penelitian secara umum nilai uji kuat tekan mengalami penurunan pada setiap penambahan serat selulosa eceng gondok mulai variasi 2% sampai 8%. Tabel 1. Hasil Uji Model Kuat tekan umur 28 hari Terhadap % Penambahan Serat Alami Eceng Gondok UkaRsT TAHUN 2018 p ISSN 2579-4620 e ISSN 2581-0855 Dari hasil uji model regresi non linier diatas, dengan penambahan serat eceng gondok terhadap uji kuat tekan beton. hasil uji regresi polynomial mulai order 2 sampai dengan order 4 yang dibuat dengan trendline. Titik-titik yang dibuat oleh regresi order 2 diperoleh R2= Order 3 diperoleh R2= sampai pada order 4 menunjukkan nilai R2=1. 4. KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan Pembuatan beton Telah diuji Di Laboratorium Fakultas Teknik Sipil Universitas Islam Lamongan UNISLA. dan setelah melalui tahap-tahap dari awal sampai akhir, menggunakan campuraan serat eceng gondok varian 2%,4%,6%,8% yang dicampur dalam komposisi beton dapat di tarik kesimpulan 1. Berdasarkan data dan analisa dari hasil pengujian di laboratorium, bahwa seratalami eceng gondok tidak dapat digunakan sebagai bahan tambah dalam mix design beton. Dikarenakan dengan penambahan serat eceng gondok akan mengakibatkan Memperlambat waktu ikat awal beton. Semakin besar prosentase penggunaan serat maka semakin lama waktu ikat awal yang terjadi. sehingga workability kemudahan dalam pembuatan beton segar semakin rendah. 2. Berdasarkan hasil penelitian uji kuat tekan yang telah dilakukan, beton campuran normal mencapai target kuat tekan rencana pada umur 28 hari. Kuat tekan tertinggi pada campuran serat eceng gondok 2%, yakni dengan kuat tekan 7,54 MPa, sedangkan kuat tekan minimum terdapat pada serat 8%, yakni 3,63 MPa. Dari data demikian dapat dikatakan bahwa semakin banyak penambahan serat eceng gondok yang digunakan sebagai bahan tambah mix design beton, nilai kuat tekan beton akan semakin menurun jika dibandingkan dengan tanpa menggunakan campuran serat. UkaRsT TAHUN 2018 p ISSN 2579-4620 e ISSN 2581-0855 Saran Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyadari masih banyak kekurangan pada penelitian ini, oleh karena itu hasil penelitian ini belum dapat dikatakan sempurna, namun demikian diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi mahasiswa/i dalam rangka pembelajaran. Ada beberapa hal yang dapat dipelajari pada penelitian ini dan dapat dilakukan lebih lanjut sebagai acuan atau masukan yang dapat berguna bagi mahasiswa/i atau peneliti lain dan bagi lembaga pendidikan perguruan tinggi, diantara nya adalah 1. mahasiswa/i harus sudah mengetahui kualitas bahan yang digunakan, mampu menghitung kebutuhan komposisi bahan yang digunakan, mengetahui cara menimbang yang ketelitiannya sesuai standart, dan mengetahui campuran komposisi yang benar agar dapat dihasilkan kuat tekan beton yang sesuai dengan yang diharapkan. 2. Serat eceng gondok yang memiliki daya serap tinggi mempengaruhi faktor air semen FAS maka dari itu saya menghimbau agar dilakukan beberapa modifikasi seperti penambahan bahan kimia superplasticizer untuk mengurangi FAS namun beton segar tetap workable untuk pengerjaannya dan dapat mengurangi kadar semen. REFERENSI [1] American Society for Testing Materials. Manual Book of ASTM Standards 2005 Concrete and Aggregate. Philadelphia, ASTM 2005. [2] Annual Book of ASTM Standards Volume “Concrete and Aggregates”, 2001. [3] Annual Book Of ASTM Standart,2002,ASTM C31 Practice For Making And Curing [4] Concrete Test Specimens In The Field,ASTM International,West Conshohocken,PA. [5] Aningsih,G, Eceng Gondok Dalam Mengubah Sifat Fisika Kimia Limbah Cair Pabrik Urea Dan Asam Thesis Magister Jurusan Biologi ITB [6] Anonim,1971,Peraturan Beton Bertulang Indonesia PBI-1971, Departemen Pekerjaan Umum Dan Tenaga Listrik,Bandung [7] Buku Pedoman Praktikum. Pemeriksaan Bahan Beton dan Mutu Beton,Depok Laboratorium Struktur dan Material Departemen Sipil,1998. [8] Joedodibroto, Pemanfaatan Eceng Gondok Dalam Industri Pulp Dan Maret [9] SNI 03-2834-2000, Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal. UkaRsT TAHUN 2018 p ISSN 2579-4620 e ISSN 2581-0855 Jakarta badan Standardisasi Nasional [10] SNI Portland Badan Standardisasi Nasional [11] SNI 1970-2008. Cara Uji Berat Jenis Dan Penyerapan Air Agregat Halus. Jakarta Badan Standardisasi Nasional [12] SNI Uji Standardisasi Nasional BSN. Jakarta. SNI 1974-2011 Cara Uji Kuat Tekan Beton Dengan Benda Uji Standardisai Nasional Indonesia BSN. Jakarta [13] Tjokrodimuljo, Beton KMTS FT UGM,Yogyakarta. [14] Anwar Hamid, D., As’ad, S., & Safitri, E. 2014. Pengaruh Penggunaan Agregat Daur Ulang Terhadap Kuat Tekan dan Modulus Elastisitas Beton Berkinerja Tinggi Grade 80. Matriks Teknik Sipil, 22, 43-49. [15] Bintang, A. P., Setyanto, S., & Adha, I. 2016. Studi Pengaruh Penambahan Bahan Additive TX-300 Terhadap Kuat Tekan Batu Bata Pasca Pembakaran. Jurnal Rekayasa Sipil dan Desain, 33, 381-390. [16] Nasution, S. 2009. Efek Komposisi Dan Aging Terhadap Sifat Mekanik Dan Fisis Pada Pembuatan Aerated Concrete Beton Berpori Master's thesis. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Nasution09E01720 Telah dibuat beton ringan berpori dari campuran semen, pasir dan atau fly ash, CaCO3 dan menggunakan katalis aluminium. Pada pembuatan beton ringan berpori terdapat dua variabel penelitian, yaitu a. variasi komposisi bahan baku pasir - fly ash dan b. proses pengeringan dengan menggunakan autoclave bertekanan 1,5 bar dan secara alami konvensional. Variasi komposisi bahan baku pasir dan fly ash masing-masing dibuat 60 0, 50 10, 40 20, 30 30, 20 40, 10 50 dan 0 60 % berat. Pengeringan beton ringan berpori menggunakan autoclave bertekanan 1,5 bar, dibuat dengan variasi waktu 20, 40 dan 60 menit. Sedangkan variasi waktu pada pengeringan secara alami suhu kamar adalah 7, 14, 21 dan 28 hari. Adapun prosedur pembuatan beton ringan berpori adalah melalui tahapan penimbangan bahan baku, pencampuran, pencetakan, pengeringan dan pengerasan ageing serta pengujiannya. Besaran yang diuji meliputi densitas, penyerapan air, kuat tekan, kuat patah, penyusutan, konduktivitas termal, daya serap suara dan analisa mikrostruktur dengan menggunakan SEM dan XRD. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pada komposisi 50 % pasir dan 10 % fly ash, melalui proses pengeringan secara alami konvensional dengan waktu pengerasan selama 14 hari merupakan kondisi optimum. Pada kondisi ini, karakteristiknya adalah sebagai berikut densitas = 0,91 g/cm3, penyerapan air = 54 %, kuat tekan = 2,07 MPa, kuat patah = 1 MPa, penyusutan = 0,115 %, konduktivitas termal = 0,237 W/ tingkat penyerapan suara optimum sebesar 12,62 % pada frekuensi 125 Hz, fasa dominan quartz Q dan calcite C, serta ukuran pori sekitar 100 – 600 ?m. Pada proses pengeringan cepat menggunakan autoclave bertekanan 1,5 bar, kondisi optimum diperoleh dengan waktu pengerasan selama 40 menit, komposisi 30 % pasir dan 30 % fly ash. Pada kondisi ini menghasilkan karakteristik beton ringan berpori sebagai berikut densitas = 0,87 g/cm3, penyerapan air = 59,45%, kuat tekan = 4,33 MPa, kuat patah = 2,28 MPa, penyusutan = 0,012 %, konduktivitas termal = 0,314 W/ tingkat penyerapan optimum sebesar 39,17 % pada frekuensi 125 Hz, mempunyai fasa dominan quartz Q dan tobermorite T, serta ukuran pori sekitar 1 - 200 ?m. The aerated light weight concrete have been made from mixture of cement, sand and or fly ash, CaCO3 and aluminium catalyst. On the making of light weight aerated concrete, there are two observation variables, there are a. variation of raw sand - fly ash material composition and b. The drying process are autoclave pressure bar and naturally conventional. The variation of raw sand material composition and fly ash are 60 0, 50 10, 40 20, 30 30, 20 40, 10 50 and 0 60 % weight. The light weight aerated concrete that was dried using autoclave pressure bar, made with the variation time 20, 40 and 60 minute. While variations of natural drying time at room temperature are 7, 14, 21 and 28 days. The preparation procedures of light weight aerated concrete have several steps raw material compositioning, mixing, forming, drying, hardening ageing, and its characterization. The characterizations are density, water absorption, compressive strength, flexural strength, shrinkage, thermal conductivity, coefficient of sound absorption, and microstructural analysis using SEM and XRD. From the research that using naturally conventional with 14 days ageing time, shows that at the composition of 50 % sand and 10 % fly ash is the optimum condition. At that condition, the characteristic are density = g/cm3, water absorption = 54 %, compressive strength = MPa, flexural strength = 1 MPa, shrinkage = %, thermal conductivity = W / m. K, optimum coefficient of sound absorption = % at frequency of 125 Hz, and the dominant phases are quartz Q and calcite C, and have average pore size about 100 - 600 ?m. On the quick drying process condition that using autoclave at pressure bar, the optimum condition was obtained with ageing time during 40 minute, composition of 30 % sand and 30 % fly ash. At this condition, the aerated light weight concrete have the characteristics density = g/cm3, water absorption = %, compressive strength = MPa, flexural strength = MPa, shrinkage = %, thermal conductivity = W/m. K, optimum coefficient of sound absorption = % at frequency of 125 Hz, and the dominant phase are quartz Q and tobermorite T, and has average pore size about 1 - 200 ?m. Prof. Dr. Eddy Marlianto, Prof. Drs. Muhammad Syukur, MSASTM C31 Practice For Making And CuringAnnual Book Of ASTM Standart,2002,ASTM C31 Practice For Making And CuringKemampuan Eceng Gondok Dalam Mengubah Sifat Fisika Kimia Limbah Cair Pabrik Urea Dan Asam FormiatG AningsihAningsih,G, Eceng Gondok Dalam Mengubah Sifat Fisika Kimia Limbah Cair Pabrik Urea Dan Asam Thesis Magister Jurusan Biologi ITBPengaruh Penggunaan Agregat Daur Ulang Terhadap Kuat Tekan dan Modulus Elastisitas Beton Berkinerja Tinggi Grade 80Anwar HamidD As'adS SafitriAnwar Hamid, D., As'ad, S., & Safitri, E. 2014. Pengaruh Penggunaan Agregat Daur Ulang Terhadap Kuat Tekan dan Modulus Elastisitas Beton Berkinerja Tinggi Grade 80. Matriks Teknik Sipil, 22, Pengaruh Penambahan Bahan Additive TX-300 Terhadap Kuat Tekan Batu Bata Pasca PembakaranA P BintangS SetyantoI AdhaBintang, A. P., Setyanto, S., & Adha, I. 2016. Studi Pengaruh Penambahan Bahan Additive TX-300 Terhadap Kuat Tekan Batu Bata Pasca Pembakaran. Jurnal Rekayasa Sipil dan Desain, 33, 381-390. 23. Rantai makanan Ganggang hijau → ikan mujair → ikan lele →→ ular → elang. Ikan mujair dan ular berperan sebagai ..... a. konsumen I dan konsumen V … konsumen II dan konsumen IV c. konsumen II dan konsumen V d. konsumen I dan konsumen IV 24. Perhatikan gambar berikut! Apabila semua tikus pada jaring-jaring makanan di atas mengalami kematian akibat dibasmi oleh petani, yang terjadi adalah.... a. populasi ular dan belalang meningkat b. populasi jagung dan burung kecil menurun populasi ular dan kucing menurun populasi kucing dan elang meningkat 25. Interaksi berikut yang termasuk contoh simbiosis komensalisme adalah **- tali putri dengan tanaman inangnya b. pohon anggrek dengan pohon inangnya c. burung gagak pada punggung sapi d. bunga bangkai dengan pohon inangnya 26. Pada tanaman beluntas terdapat tumbuhan tali putri. Pola interaksi yang terjadi antara tanaman beluntas dengan tali putri adalah.... saling menguntungkan b. satu untung dan yang lain rugi c. bersaing pada suatu daerah d. satu untung dan yang lain tidak dirugikan ****. 28. Salah satu tumbuhan endemik yang ada di Papua adalah a. Calamus caesius b. Tectona grandis c. Swietenia mahagoni Pometia pinnata a. spesies b. ordo 27. Cermati nama Latin dari beberapa jenis tumbuhan berikut! 1 Citrus maxima jeruk bali 2 Citrus nobilis jeruk keprok 3 Citrus aurantifolia jeruk nipis Ketiga tumbuhan tersebut menunjukkan adanya keanekaragaman hayati dalam tingkat .... c., familia X genus 29. Perhatikan ciri-ciri tumbuhan berikut! 1 Banyak hewan berkantung. 2 Mamalia berukuran kecil. 3 Terdapat berbagai macam kera. 4 Jenis burung berwarna indah dan beragam. Berdasarkan ciri-ciri di atas, keunikan hewan-hewan yang termasuk tipe oriental [HOTS] ditunjukkan oleh nomor ..... a. 1 dan 2 b. 1 dan 3 X 2 dan 3 d. 2 dan 4 30. Berikut hewan endemik yang berasal dari Sulawesi dan Nusa Tenggara adalah. tarsius dan anoa b. kanguru dan merak c. burung cendrawasih dan harimau d. badak dan orang utan 31. Badak bercula satu merupakan hewan endemik di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Cara pelestarian hewan tersebut agar tetap lestari adalah.... [HOTS] a. memindahkan badak bercula satu ke kebun binatang secara besar- besaran Xmenjaga kelestarian kawasan tempat tinggalnya agar menjadi habitat yang aman bagi badak bercula satu c. menjual anakan badak bercula satu dengan harga mahal d. memusnahkan hewan lain agar badak bercula satu dapat berkembang lebih leluasa 32. Penggunaan pestisida yang berlebihan tidak baik untuk keanekaragaman hayati, sebab .... a. menurunkan biodiversitas b. menambah variasi X memusnahkan biogeokimia d. mempertahankan keanekaragaman hayati​ Jakarta Pematangan buah adalah awal dari kebusukan. Itulah yang disampaikan ahli genetik dan biokimia Harry Klee dari University of Florida, Gainesville, Amerika Serikat. Tahap-tahap pematangan buah meliputi matang, terlalu matang, dan busuk. Ketika buah menjadi matang, proses menuju pembusukan akan terjadi. 12 Manfaat Buah Pepaya Untuk Kesehatan dan Wajah, Tak Cuma Buat Pencernaan Rajin Makan 4 Buah Ini Bakal Dongkrak Perasaan Bahagia Tidak Mesti Buah, Camilan Sehat Itu Harus seperti Ini Seiring perkembangan teknologi di bidang pertanian, buah-buahan yang dibawa menuju pabrik industri atau lokasi tempat pematangan buah punya cara mencegah buah menjadi terlalu matang, bahkan busuk. Pada jurnal berjudul Artificial ripening of fruits—misleading ripe and health risk, yang ditulis Abhishek dan Venkatesh, pematangan adalah proses fisiologis, yang membuat buah lebih layak dimakan, enak, dan bergizi. Pada umumnya, buah yang matang menjadi lebih manis, kurang hijau, dan lebih lembut. Tingkat keasaman juga rasa manis meningkat selama pematangan. Buah pun tetap terasa lebih manis, menurut Abhishek dan Venkatesh dari jurnal yang dipublikasikan Everyman’s Science tahun 2016. Untuk mencegah buah busuk dalam perjalanan, upaya mengontrol dan mengendalikan etilen ethylene dapat dilakukan. Etilen adalah senyawa organik alamiah yang terlibat dengan pematangan buah. Etilen yang berbentuk gas diproduksi tanaman dari asam amino metionin. Etilen meningkatkan kadar intraseluler enzim tertentu sehingga buah matang dan segar. Etilen berbentuk gas yang menguap dari dalam buah. Ahli teknologi pangan Purwiyatno Hariyadi menjelaskan, ada sebuah alat khusus berupa penyedot di dalam truk buah maupun kendaraan lain digunakan menyedot gas etilen. Pada kondisi ini, truk atau kendaraan pengangkut buah dalam keadaan tertutup. “Selama perjalanan panjang, ada cara buah-buahan yang diangkut tidak terlalu matang, apalagi sampai busuk. Ada alatnya berupa penyedot. Gas etilen-nya dari buah disedot. Jadi, buahnya jangan sampai terlalu matang,” jelas Hariyadi kepada Health melalui sambungan telepon, Jumat, 1 Februari 2019. Saksikan video menarik berikut iniRestoran Alpukat Pertama di EropaHambat produksi etilenCaranya hambat produksi etilen. Foto iStockphotoPenyedotan gas etilen juga mengendalikan etilen yang ada pada buah. Hal ini menjaga buah tetap terjaga segar dan tidak terlalu matang saat tiba di lokasi tujuan. Pengendalian gas etilen termasuk salah satu upaya penanganan buah pasca panen. Ada juga teknologi lain semacam ada komponen tertentu untuk memblok kerja etilen alami. “Memblok kerja etilen ini agar kerja etilen terhambat. Saat tiba di lokasi tujuan dilakukan penambahan etilen kembali untuk mempercepat kematangan,” lanjut Hariyadi, yang menekuni bidang Food Process and Engineering Laboratory di Institut Pertanian Bogor, Jawa Barat Dosen yang menjadi salah satu penulis buku berjudul “Dasar-Dasar Penanganan Pasca Panen Buah dan Sayur” terbitan Alfabeta tahun 2016 menyampaikan, buah yang akan dibawa atau ditransportasikan ke tempat yang jauh, buah dipanen dalam keadaan unripe buah mentah. Artinya, buah dalam keadaan tidak matang. Kemudian buah disimpan pada kondisi yang memungkinkan produksi etilen dihambat. Selain penyedotan gas etilen, penggunaan suhu rendah bisa diterapkan. Suhu termasuk faktor yang memengaruhi kerja etilen. Suhu rendah maupun tinggi dapat menekan produksi etilen, tulis Hariyadi dalam bukunya. Ketika suhu rendah, kinerja etilen akan semakin rendah. Teknik penggunaan suhu rendah ini sering dilakukan untuk menyimpan buah-buahan. Suhu yang rendah dapat memperpanjang daya simpan buah-buahan. Buah bisa tahan lama berhari-hari dan tetap etilen buatanAlpukat juga gunakan etilen buatan. copyright RawpixelProses lebih lanjut untuk mengontrol buah-buahan agar tak cepat busuk dengan penggunaan etilen buatan artificial ethylene. Buah mentah dapat diberi etilen buatan untuk mempercepat proses pematangan buah. Pematangan buah berbeda-beda. Oleh karena itu, etilen bisa digunakan untuk mematangkan buah secara bersamaan. Buah matang dalam waktu yang sama dan siap dikonsumsi masyarakat. Teknik pemberian etilen sudah wajar dilakukan industri pangan. Dalam panduan Guidance Note on Artificial Ripening of Fruits, yang dipublikasikan Food Safety Helpline tahun 2018, Food Safety and Standards Authority of India FSSAI menyetujui, adanya penggunaan etilen buatan untuk mempercepat pematangan buah. Petunjuk penggunaan etilen buatan juga diatur dalam batas aman. “Ada etilen penambahan dari luar etilen buatan untuk mempercepat buah matang. Agar buahnya matang dan saat dipasarkan itu segar. Yang pasti buah harus siap dikonsumsi saat kita hendak membeli buah di supermarket,” Hariyadi menambahkan. Jenis etilen buatan berbeda-beda. Di negara berkembang, penggunaan agen pematangan berbiaya rendah, seperti kalsium karbida, etefon, dan oksitosin, menurut Abhishek dan Venkatesh. Hal itu mempercepat pematangan buah dan untuk ukuran buah bertambah. Kalsium karbida adalah satu agen pematangan yang paling umum digunakan untuk buah-buahan, sedangkan garam kalsium lainnya seperti kalsium ammonium nitrat, kalsium klorida, dan kalsium sulfat digunakan juga digunakan di industri buah lokal untuk menunda pematangan buah. Sayangnya, kalsium karbida sangat berbahaya karena mengandung jejak arsenik dan fosfor. Setelah dilarutkan dalam air akan menghasilkan gas asetilena. Gas ini bertindak mirip etilen, yang mempercepat proses pematangan. Beberapa buah yang biasa diberi etilen buatan di antaranya, pisang, lemon, melon, dan aman konsumsi buahCara aman konsumsi buah. iStockphotoPemberian etilen buatan, lanjut Hariyadi, dalam konsentrasi yang kecil. Contohnya, kiwi diberi etilen buatan sebesar 10 ppm dengan suhu ruangan 18-21 derajat Celcius. Paparan etilen selama 24 jam sudah membuat kiwi matang. Ada juga alpukat yang diberi etilen buatan 10 ppm dan baru bisa matang antara 24-72 jam. “Kalau proses matang buah dengan penambahan etilen dari luar etilen buatan tergantung masing-masing buah. Pengaruh sama suhu juga, yang mana suhu harus hangat,” tambah Hariyadi. Etilen buatan bisa dibilang mengatur dan mengendalikan kematangan buah. Pematangan buah sesuai kehendak. Dalam batas konsentrasi, etilen buatan, kata Hariyadi, aman saat manusia makan buah yang matang dengan etilen buatan. Sementara itu, pakar buah Manish Bakshi dan Vikas Sharma dari India mengatakan, etilen buatan, seperti kalsium karbida menyebabkan gangguan perut, baik gangguan lambung dan kinerja usus. Ciri-ciri buah yang matang secara buatan menggunakan kalsium karbida etilen buatan, yaitu Buah-buahan berwarna seragam, tetapi tidak terlalu menarik. Aroma buah ringan dengan ketajaman yang normal. Meskipun buah-buahan mungkin terlihat matang, namun inti bagian dalamnya masam. Buah punya umur simpan pendek dan bercak hitam muncul di kulit buah dalam 2-3 hari. Manish Bakshi dan Vikas Sharma menyampaikan, tindakan pencegahan untuk buah yang matang dengan etilen buatan, dilansir dari Daily Excesior. Cuci buah dengan seksama selama beberapa menit dengan air yang mengalir. Ini untuk menghilangkan partikel kimia dari kulit buah. Buah-buahan seperti mangga dan apel sebaiknya dipotong-potong sebelum dikonsumsi daripada dimakan secara langsung. Sejauh mungkin, buah-buahan harus dikupas sebelum dikonsumsi. * Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan. Eceng gondok merupakan gulma air yang tumbuh pesat di perairan. Pada penelitian ini dilakukan proses ekstraksi dan karakteristik serat selulosa dari eceng gondok. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan jenis pelarut yang efektif untuk mengekstrak serat selulosa dari tanaman eceng gondok sehingga didapat konversi serat yang batang eceng gondok yang kaya akan selulosa, hemiselulosa dan lignin berpotensi untuk dijadikan bahan dasar pembuatan carbon nanodots C-Dots dan kepentingan lainnya. Untuk dijadikan bahan baku C-Dots harus dilakukan pemisahan hemiselulosa dan lignin-nya karena akan berpengaruh pada proses karbonisasi, sehingga perlu dilakukan pretreatment untuk mendapatkan serat selulosa murni. Proses ekstraksi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan serat selulosa ekstraksi dilakukan melalui dua tahap proses yaitu proses delignifikasi menggunakan NaOH 4% dan tahap bleaching dengan memvariasikan beberapa jenis pelarut dengan konsentrasi yang seragam, dalam penelitian ini digunakan NaClO2, H2O2 dan HCl masing-masing 3%. Selulosa yang diperoleh dikarakteristik menggunakan FTIR dan HPLC sehingga diperoleh gugus fungsi dan jumlah lignin yang terdapat dalam terbaik ditinjau dari berat selulosa yang dihasilkan dan analisis FTIR dan HPLC adalah NaOH 4% NaClO2 3%.Berat selulosa yang dihasilkan lebih banyak dari kedua variasi pelarut FTIR tidak mendeteksi adanya gugus fungsi senyawa lignin pada HPLC diperoleh selulosa lebih murni dari kedua variasi yaitu sebesar 77,6%. Hal ini menunjukkan bahwa produk selulosa yang dihasilkan dari proses ekstraksi dengan pelarut tersebut efektif serta memiliki kemurnian yang tinggi. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free EKSTRAKSI DAN KARAKTERISASI SERAT SELULOSA DARI TANAMAN ECENG GONDOK Eichornia crassipes Endang Kusumawati 1,*, Haryadi1 1Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Bandung, Jalan Gegerkalong Hilir Ciwaruga, Bandung Barat *E-mail ABSTRAK Eceng gondok merupakan salah satu tumbuhan air mengapung yang pertumbuhannya cepat sehingga populasinya sulit untuk dikendalikan dan menyebabkan masalah lingkungan. Di sisi lain tumbuhan ini mengandung lignoselulosa yang terdiri dari 72,63% selulosa, 8% hemiselulosa dan 17 % lignin. Kandungan selulosa yang tinggi menyebabkan batang tanaman ini berpotensi dijadikan bahan baku untuk pembuatan carbon nanodots C-Dots. Tujuan dari penelitian ini yaitu mendapatkan jenis pelarut yang efektif untuk mengekstrak serat selulosa dari batang tanaman eceng gondok sehingga didapat konversi serat yang optimum. Agar eceng gondok bisa dijadikan bahan baku C-Dots, harus dilakukan pemisahan hemiselulosa dan ligninnya karena akan berpengaruh pada proses karbonisasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pretreatment untuk mendapatkan serat selulosa murni salah satunya yaitu ekstraksi. Proses ini dilakukan melalui dua tahap yaitu proses delignifikasi menggunakan NaOH 4% dan proses bleaching dengan memvariasikan jenis pelarut yaitu NaClO2, H2O2 dan HCl pada konsentrasi 3%. Selulosa yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan FTIR dan HPLC. Hasil analisis menunjukkan bahwa pelarut NaOH 4% dan NaClO2 3% mempunyai berat selulosa yang lebih banyak dibandingkan kedua variasi pelarut lainnya. Hasil analisis FTIR tidak mendeteksi adanya gugus fungsi senyawa lignin pada selulosa, sedangkan hasil analisis HPLC diperoleh selulosa sebesar 77,6%. Hal ini menunjukkan bahwa produk selulosa yang dihasilkan dari proses ekstraksi dengan pelarut tersebut efektif serta memiliki kemurnian yang tinggi. Kata kunci Ektraksi, delignifikasi, bleaching, eceng gondok. ABSTRACT Eceng gondok is one of floating aquatic plant that grows fast so its population is difficult to control, this causes environmental problems. On the other hand, this plant species contains lignocellulose which consists of cellulose, 8% hemicellulose and 17% lignin. The high cellulose content causes the stems of this plant to have the potential to be used as raw material for the manufacture of carbon nanodots C-Dots. The purpose of this study was to obtain an effective type of solvent to extract cellulose fibers from the stems of the Eceng gondok plant in order to obtain optimum fiber conversion. Furthermore, to be used as raw material for C-Dots, the hemicellulose and lignin must be separated because it will affect the carbonization process. Therefore, it is necessary to do pretreatment to obtain pure cellulose fiber, one of which is extraction. This process is carried out in two stages, namely the delignification process using 4% NaOH and the bleaching process by varying several types of solvents such as NaClO2, H2O2 and HCl at concentration of 3% v/v. The cellulose obtained was characterized using FTIR and HPLC. The results of analysis showed that the solvent NaOH 4% and NaClO2 3% had more cellulose weight than the other two variations of solvents. The results of the FTIR analysis did not detect any functional groups of lignin compounds in cellulose, while the results of the HPLC analysis obtained cellulose. This indicates that the cellulose product produced from the extraction process with the solvent is effective and has high purity. Keywords Extraction, delignification, bleaching, water hyacinth 1 Jurnal Fluida Volume 14, No. 1, Mei 2021, Hlm. 1-7 PENDAHULUAN Eceng gondok Eichhornia crassipes adalah tanaman gulma terapung di wilayah perairan tenang. Eceng gondok mengandung protein lebih dari 11,5% dan mengandung selulosa yang lebih tinggi dari non- selulosanya seperti lignin, abu, lemak dan zat-zat lain. Ahmed 2012 menjelaskan bahwa komponen serat yang terdapat pada eceng gondok terdiri dari 72,63% selulosa, 8% hemiselulosa dan 17% lignin. Kandungan selulosa yang cukup tinggi pada eceng gondok tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan diantaranya adalah sebagai bahan baku pembuatan carbon nanodots C-Dots yang dapat dilakukan dengan proses karbonisasi. Namun demikian terdapat kendala dalam pembuatan C-Dots berbahan baku eceng gondok, yaitu adanya kandungan hemiselulosa dan lignin yang akan berpengaruh dalam proses karbonisasi. Pada penelitian ini dilakukan pemurnian serat terhadap bahan baku eceng gondok agar didapatkan serat murni yang bebas dari hemiselulosa dan ligninnya. Selanjutnya, Serat selulosa dapat diperoleh dengan cara mengekstrak selulosa dari batang tanaman eceng gondok menggunakan pelarut kimia agar selulosa keluar dari dinding sel Perez, 2002. Proses pemurnian dapat dilakukan dengan cara ekstraksi yang meliputi proses delignifikasi menggunakan NaOH 4% untuk memisahkan hemiselulosa dan lignin. Kemudian dilakukan proses bleaching menggunakan pelarut tertentu yang bertujuan untuk mendegradasi rantai lignin yang panjang menjadi rantai- rantai yang pendek sehingga lignindapat larut pada saat pencucian dalam air atau alkali Fengel,1995. Pada penelitian ini dilakukan variasi jenis pelarut yaitu hydrogen peroksida H2O2, sodium chlorite NaClO2 dan hydrocloric acid HCl dengan konsentrasi yang seragam untuk mendapatkan pelarut yang efektif. Analisis kandungan serat selulosa yang telah dibuat ditentukan melalui uji karakterisasi menggunakan High Pressure Liquid Chromatogaphy HPLC, sedangkan untuk memperoleh hasil lignin dan hemiselulosa yang terlarut dalam larutan alkali menggunakan Fourier Transform Infrared FTIR sehingga diperoleh gugus fungsi pada selulosa. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan jenis pelarut yang efektif untuk mengekstraksi serat selulosa dari tanaman batang eceng gondok sehingga didapat konversi serat yang optimum. METODE Metode penelitian yang digunakan pada pembuatan serat selulosa murni merupakan metode eksperimen secara kimia yang terdiri dari dua tahap yang berkesinambungan yaitu proses delignifikasi menggunakan NaOH dan proses bleaching menggunakan variasi pelarut NaClO2, H2O2 dan HCl, Selanjutnya, diuji karakteristik menggunakan FTIR dan HPLC. Pada penelitian ini digunakan 40 gram batang eceng gondok untuk satu kali proses. Eceng gondok sebelum digunakan dicacah menjadi 1- 3 mm menggunakan pisau dan blender dan selanjutnya dikeringkan didalam oven pada temperatur 105 oC selama 2 jam. Kemudian dilakukan proses ekstraksi untuk mendapatkan serat selulosa Endang Kusumawati, Ekstraksi dan Karakterisasi Serat Selulosa dari Tanaman Eceng Gondok Eichornia crassipes murni. Proses ekstraksi melibatkan dua tahap proses yaitu proses delignifikasi menggunakan NaOH 4% dengan lama pemanasan 2 jam pada temperatur 700C sampai 80oC. Sedangkan untuk proses bleaching menggunakan variasi pelarut NaClO2 3% w/v, H2O2 3% w/v dan HCl 3% w/v dipanaskan pada temperatur 700C sampai 80oC selama 3 jam. Selanjutnya disaring menggunakan corong buchner dan residu dikeringkan di dalam oven pada temperatur105oC selama 2 jam. Proses ekstraksi dilakukan dua kali hingga warna selulosa menjadi putih. Selanjutnya, selulosa kering dianalisis menggunakan FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang ada pada semua sampel. Filtrat proses ekstraksi dianalisis menggunakan HPLC untuk mengetahui jumlah lignin dan hemiselulosa yang terlarut dalam larutan alkali. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi Selulosa Menggunakan Larutan NaOH 4% dan NaClO2 3% Larutan alkali encer yang digunakan adalah larutan NaOH 4% untuk proses delignifikasi dan larutan NaClO2 3% untuk proses bleaching. Proses ekstraksi selulosa akan menghasilkan lignin yang mengendap pada dasar larutan dan residu berupa selulosa yang lunak dan berwarna putih. NaClO2 merupakan zat pemutih oksidator yang berfungsi untuk mendegradasi dan menghilangkan zat penyebab warna coklat yang ditimbulkan oleh lignin Rizky, 2012. Filtrat proses ekstraksi menggunakan larutan NaOH 4% dan NaClO2 3% diperlihatkan pada Gambar 1. Gambar 1. Filtrat Ekstraksi dengan Larutan NaOH 4% dan NaClO2 3% Dari Gambar 1 terlihat bahwa larutan NaOH 4% menjadi berwarna hitam yang menunjukkan adanya lignin yang telah terpisahkan dari selulosa dan terlarut dalam larutan NaOH. Untuk memperoleh selulosa dengan kemurnian yang tinggi, maka proses ekstraksi dilakukan sebanyak dua kali. Setelah dilakukan proses sebanyak dua kali, maka warna filtrat semakin bening. Hal ini menunjukkan bahwa lignin yang terkandung dalam jumlah sedikit berhasil dipisahkan dari selulosanya. Adapun reaksi bleaching menggunakan larutan NaClO2 3% adalah sebagai berikut 5ClO2- + 4H+→ 4ClO2 + Cl- + 2H2O 4ClO2- + 2H+→ 2ClO2 + Cl- + ClO3- + H2O Residu dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada temperatur 1000C. Akhirnya Proses pengeringan menghasilkan selulosa berwarna putih yang menunjukkan bahwa diperolehnya selulosa dari proses ekstraksi yang disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Residu dengan Pelarut NaOH 4% dan NaClO2 3% Jurnal Fluida Volume 14, No. 1, Mei 2021, Hlm. 1-7 Gambar 2 memperlihatkan bahwa residu yang dihasilkan berwarna putih yang menunjukkan residu tersebut merupakan selulosa. Selulosa yang dihasilkan dari proses ekstraksi sebesar 23,05% dari batang eceng gondok kering. Nilai persentase yang masih rendah disebabkan sebagian besar selulosa ada yang terlarut di dalam larutan ekstraksi. Residu yang dihasilkan selanjutnya dianalisis menggunakan FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang terkandung didalamnya. Hasil Spektrum analisis FTIR dan gugus fungsi yang dihasilkan diperlihatkan pada Gambar 3 dan Tabel 1. Gambar 3. Spektrum Analisis FTIR Residu dengan NaOH 4% dan NaClO2 3% Tabel 1. Gugus Fungsi Residu Variasi Pelarut NaOH 4% dan NaClO2 % Berdasarkan Tabel 1, didapatkan adanya puncak pada 2912,51 cm-1 dan 3414cm-1 yang menunjukkan peregangan ikatan C-H dan O-H. Puncak-puncak tersebut terjadi karena peregangan ikatan hidrogen dan pembengkokan dari grup hidroksil OH pada struktur selulosa. Ikatan hidrogen tersebut terbentuk antara atom hidrogen dari suatu kelompok hidroksil dari suatu monomer glukosa dan atom oksigen dari gugus hidroksil monomer glukosa yang lain dalam rantai polimer paralel selulosa. Paulien 2010 menjelaskan bahwa ikatan hidrogen dapat menyebabkan terjadinya pembentukan serat selulosa. Ekstraksi Selulosa Menggunakan Larutan NaOH 4% dan H2O2 3% Filtrat proses ekstraksi menggunakan larutan NaOH 4% dan H2O2 3% diperlihatkan pada Gambar 4. Gambar 4. Filtrat Ekstraksi dengan Larutan NaOH 4% dan H2O2 3% Dari Gambar 4 terlihat bahwa larutan NaOH 4% menjadi berwarna hitam yang menunjukkan adanya lignin yang berhasil dipisahkan dari selulosa dan terlarut dalam larutan NaOH. Taherzadeh 2007 menjelaskan bahwa struktur kimia lignin mengalami perubahan pada temperatur tinggi yang mengakibatkan struktur lignin terpecah menjadi partikel yang lebih kecil dan terlepas dari selulosa. Setelah dilakukan proses bleaching menggunakan H2O2 3%, warna filtrat berubah menjadi kuning keemasan yang menunjukkan sisa-sisa lignin yang terlarut di dalam larutan Sinaga, 2008. Reaksi dekomposisi H2O2 ketika digunakan sebagai larutan bleaching Fitho,2012 adalah H2O2aq → H+ + HOO- H2O2aq + HOO-→ HO-+ O2- + H2Ol Endang Kusumawati, Ekstraksi dan Karakterisasi Serat Selulosa dari Tanaman Eceng Gondok Eichornia crassipes Selanjutnya, residu yang diperoleh dikeringkan didalam oven selama 1 jam pada temperatur 1000C. Proses pengeringan menghasilkan selulosa berwarna putih yang menunjukan bahwa diperolehnya selulosa dari proses ekstraksi yang disajikan pada Gambar 5. Gambar 5. Residu dengan Pelarut NaOH 4% dan H2O2 3% Tekstur residu yang dihasilkan berbeda dengan tekstur residu pada variasi pelarut NaOH 4% dan NaClO2 3%. Residu yang dihasilkan memiliki tekstur halus. Hal ini menunjukkan bahwa lignin yang terkandung telah berhasil didegradasi. Selulosa yang dihasilkan dari proses ekstraksi sebesar 20,06% dari batang eceng gondok kering. Selanjutnya, residu yang dihasilkan dianalisis menggunakan FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang terkandung. Hasil Spektrum analisis FTIR dan gugus fungsi yang dihasilkan diperlihatkan pada Gambar 6 dan Tabel 1. Gambar 6. Spektrum Analisis FTIR Residu Variasi NaOH 4% dan H2O2 3% Tabel 2. Gugus Fungsi Residu Variasi Pelarut NaOH 4% dan H2O2 % Berdasarkan Tabel 2, didapatkan adanya puncak pada 2912,51 cm-1 dan 3390,66 cm-1 yang menunjukkan peregangan ikatan C-H dan O-H. Selain itu hasil analisis menunjukkan adanya daerah puncak pada 1436,04 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus fungsi C- O-C aril-alkil-eter yang termasuk ke dalam gugus fungsi polimer lignin. Hal ini menunjukan bahwa proses pre- treatment yang dilakukan menggunakan variasi pelarut NaOH 4% dan H2O2 3% tidak menghilangkan lignin yang terdapat pada selulosa. Ekstraksi Selulosa Menggunakan Larutan NaOH 4% dan HCl 3% Proses ekstraksi selulosa dengan pelarut NaOH 4% dan HCl 3% dilakukan dengan kondisi operasi yang sama dengan variasi pelarut sebelumnya. HCl berpotensi untuk memisahkan lignin dari selulosa yang terkandung karena memiliki reaktifitas yang tinggi. Filtrat proses ekstraksi menggunakan larutan NaOH 4% dan HCl 3% disajikan pada Gambar 7. Jurnal Fluida Volume 14, No. 1, Mei 2021, Hlm. 1-7 Gambar 7. Filtrat Ekstraksi dengan Larutan NaOH 4% dan HCl 3% Dari Gambar 7, terlihat bahwa larutan NaOH 4% menjadi berwarna hitam yang menunjukkan adanya lignin yang berhasil dipisahkan dari selulosa. Namun demikian, setelah dilakukan proses delignifikasi yang kedua, larutan NaOH tetap berwarna hitam. Hal ini menunjukkan bahwa proses bleaching menggunakan larutan HCl 3% tidak berhasil dilakukan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena timbulnya H3O+ dan Cl− dari dekomposisi HCl dalam air pada temperatur tinggi dengan reaksi sebagai berikut HCl + H2O → H3O+ + Cl− Zat-zat ini berpotensi untuk memisahkan lignin, namun merusak selulosa yang dihasilkan Paulien,2010. Kerusakan selulosa ditunjukkan dengan warna cokelat kehitaman pada residu dengan indikasi bahwa kandungan terbanyak pada residu merupakan lignin. Residu yang dihasilkan ditujukan pada Gambar berikut Gambar 8. Residu dengan Pelarut NaOH 4% dan HCl 3% Dari Gambar 8, terlihat bahwa residu berwarna cokelat kehitaman. Selain itu, berat residu kering yang dihasilkan sebesar 12,56% dengan tekstur sangat keras. Hal ini disebabkan karena akumulasi senyawa lignin yang terpisahkan dari selulosa. Selanjutnya, residu yang dihasilkan dianalisis menggunakan FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang terkandung didalamnya. Hasil Spektrum analisis FTIR dan gugus fungsi yang dihasilkan diperlihatkan pada Gambar 9 dan Tabel 3. Gambar 9. Spektrum Analisis FTIR Residu dengan NaOH 4% dan HCl 3% Tabel 3. Gugus Fungsi Residu Variasi Pelarut NaOH 4% dan HCl 3% Berdasarkan Tabel 3, didapatkan adanya puncak pada 2902,87cm-1 dan 3427,51cm-1 yang menunjukkan peregangan ikatan C-H dan O-H. Puncak-puncak tersebut timbul karena peregangan ikatan hidrogen dan pembengkokan dari grup hidroksil OH pada struktur selulosa yang dihasilkan. Hasil analisis menunjukkan adanya daerah puncak pada 1431,18 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus fungsi C- O-C aril-alkil-eter yang termasuk ke dalam gugus fungsi polimer lignin. Hal ini menunjukkan bahwa proses Endang Kusumawati, Ekstraksi dan Karakterisasi Serat Selulosa dari Tanaman Eceng Gondok Eichornia crassipes ekstraksi selulosa menggunakan variasi pelarut NaOH 4% dan HC l3% kurang efektif untuk menghilangkan lignin. Selain itu, terdapat daerah puncak 706,96 cm-1 aril-alkil-eter dengan intensitas sangat kuat. Hal ini menunjukkan adanya akumulasi senyawa lignin yang menyebabkan residu yang dihasilkan sangat keras dan berwarna cokelat kehitaman. Persen berat selulosa dan lignin yang dihasilkan berdasarkan kepada hasil analisis HPLC diperlihatkan pada Gambar 10. Gambar 10. Hasil Analisis HPLC Gambar 10 memperlihatkan bahwa berat selulosa tertinggi dan berat ligin hemisesulosa terendah terjadi pada residu dengan variasi NaOH 4% dan NaClO2 3%. Terlihat pada Gambar 10 bahwa berat selulosa tertinggi sebesar 77,60%. Sedangkan berat hemiselulosa dan ligin berturut turut sebesar 8% dan 9,3%. Hal ini memperlihatkan bahwa selulosa berhasil diekstrak dan dipisahkan dari hemiselulosa dan lignin dengan baik. Dengan demikian NaOH 4% dan NaClO2 3% merupakan pelarut yang efektif digunakan untuk memurnikan selulosa dengan melepaskan zat-zat pada batang eceng gondok dari selulosanya. SIMPULAN Jenis pelarut yang efektif untuk mengekstrak serat selulosa dari tanaman eceng gondok adalah pelarut NaOH 4% dan NaClO2 3% dengan persen selulosa yang dapat diekstrak sebesar 77,60%. DAFTAR RUJUKAN Ahmed, A. F., Moahmed A, Abdel Naby. 2012. Pretreatment and enzymic saccharification of water hyacinth cellulose. Carbohydrate Polymers. Fengel, Universitas Gajahmada,Yogyakarta Filho C and Ulrich H. 2012. Hydrogen Peroxide in Chemical Pulp Bleaching. Iberoamerican Congress on Pulp and Paper Research Brasil Greschik, T. 2008.Treatment of State Application B1. 18 Mei 2006 Paulien dkk, 2010. Literature Review of Physical and Chemical Pretreatment Processes for Lignocellulosic Biomass. Wageningen UR Food and Biobased Research. Rizky. D. H. 2012. Ekstraksi serat selulosa dari tanaman eceng gondok dengan variasi pelarut., Universitas Indonesia, Depok. Sinaga, 2008 Pengaruh Penambahan Hydrogen Peroksida Pada Stage Ekstraksi Terhadap Brightness Pulp, Universitas Sumatra Medan Taherzadeh, M. J. a. K, K. 2007. Acid- Based Hydrolysis Processes for Ethanol from Lignocellulosic Materials., A Review. Bioresources, 23, 472-499. ... Serbuk eceng gondok yang telah dihaluskan kemudian diekstraksi dengan cara dipanaskan menggunakan soxhlet apparatus selama 7 jam dengan menggunakan pelarut toluena -etanol 21 sebanyak 300 ml Putera, 2012. Selanjutnya pengilangan hemiselulosa dengan cara mereaksikan sampel dengan larutan NaOH 17,5% selama 4 jam. ...... Dimana hal tersebut sesuai dengan SNI 0444-2009 mengenai cara uji kadar selulosa alfa, beta dan gamma menggunakan NaOH 17,5% Indriyati et al., 2016. Dimana alfa selulosa merupakan selulosa berantai panjang yang tidak larut atau mengendap pada larutan NaOH 17,5% Putera, 2012. Sehingga berdasarkan metode ekstraksi yang digunakan pada tahap dehemiselulosa dapat disimpulkan bahwa hasil ekstraksi selulosa yang didapatkan adalah alfa selulosa. ...Yuszda K SalimiAlwi S. HasanDeasy N BotutiheEceng gondok adalah salah satu tumbuhan bahan serat alam yang memiliki kandungan selulosa yang cukup tinggi. Kadar selulosa yang tinggi dapat digunakan dalam pembuatan Karboksimetil Selulosa Sodium Na-CMC. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik Karboksimetil Selulosa Sodium Na-CMC dari tanaman eceng gondok. dan mendapatkan variasi media reaksi terbaik dalam proses sintesis. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu tahap pertama ekstraksi selulosa yang terdiri dari dewaxing, dehemisellulose dan bleaching, tahap kedua yaitu tahap sintesis yang terdiri dari tahap pencampuran menggunakan media reaksi etanol-isobutanol 2080, 50 50, 8020. Tahap alkalisasi menggunakan NaOH 10% b / v, tahap karboksimetilasi menggunakan ClCH2COONa. Tahap ketiga adalah karakterisasi CMC yang terdiri dari uji organoleptik, sifat fisikokimia pH, susut pengeringan sampel, viskositas dan derajat substitusi, uji kadar NaCl, uji kemurnian, analisis FT-IR. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa karakteristik CMC mendekati karakteristik standar Na-CMC dengan campuran media reaksi etanol-isobutanol 2080 v / v dengan nilai DS 0,8560, kemurnian 93,7463% level, pH 6,5 dan viskositas. 302 cP.... FTIR is an instrumentation used to characterize organic compounds by looking at the constituent functional groups [33]. At a certain angle, infrared light is directed at an optical solid crystal with a high refractive index. ...... Inside the device, the cellulose-KBr fibers are pressurized with a force of about ten tons. The pellets that have been formed are then inserted into the infrared spectrometer FTIR [33]. The system then generates an infrared spectrum. ...Natural polymeric flocculants have gained popularity in water and wastewater treatment in recent years due to their non-toxicity and biodegradability. Because of its broad availability, renewability, sustainability, and surface modification potential, cellulose is regarded as one of the foundation polymers for flocculant production and modification. The following literature review includes of an overview of coagulation-flocculation, which is the process mechanism consisting of colloid destabilization for coagulation, followed by bridging, charge neutralization, and electrostatic patch for flocculation; aspects affecting the coagulation-flocculation performance; as well as the types of coagulants and flocculants that are commonly used. Furthermore, we will go over the physical and chemical properties of flocculants, as well as their usage as a coagulant-aid in the flocculation process following coagulation and as a flocculant in direct flocculation. There is also a discussion of the most recent advances in biopolymers, which are natural materials used to alter biopolymers as flocculants such as chitosan, tannins, starch, and cellulose. Whereas there is a review of the cellulose modifications that have been performed in past research to make it a natural flocculant, the use of ramie cellulose as flocculants has never been carried out to be used as a coagulant-aid and/or flocculant in drinking water and wastewater treatment. Ramie cellulose as backbone of biomaterial composites are expected to be applied as flocculants, have good flocculation performance, and can facilitate sludge handling in water treatment plants and/or wastewater treatment plants.... Eceng gondok merupakan tanaman yang hidup mengapung di air Artati et. al., 2009;Putera, 2012, yaitu pada perairan yang dalam dan tenang Putera, 2012. Eceng gondok merupakan tumbuhan air tawar yang dikenal sebagai gulma yang dapat tumbuh dengan cepat Artati et. ...... Eceng gondok merupakan tanaman yang hidup mengapung di air Artati et. al., 2009;Putera, 2012, yaitu pada perairan yang dalam dan tenang Putera, 2012. Eceng gondok merupakan tumbuhan air tawar yang dikenal sebagai gulma yang dapat tumbuh dengan cepat Artati et. ...Water hyacinth root contains Giberilin which was expected to improve the viability performance of nagara cowpea. The aim of this research was to study the effect of water hyacinth root extract on the viability of nagara cowpea. The research was carry out in April - October 2020 at the Plant Physiology Laboratory, Faculty of Agriculture, Lambung Mangkurat University, Banjarbaru. This research was arranged in a single factor completely randomized design, namely the concentration of water hyacinth root extract control, 0%, and Observations were made on seed germination, viability potential, percentage of normal seedling at first observation, growth speed, uniformity of growth, root and plumule length of strong normal seedling, and dry weight of normal seedling.. If the treatment has a significant effect, then proceed with DMRT Duncan Multiple Range Test. The priming was better on all variables than the without priming, except for the root length. The priming treatment was the most efficient for seed germination, potential germination of seeds, and growth uniformity of seeds. The priming treatment was the most efficient for the germination percentage in first observation, seed growth speed, plumule length, and dry weight of normal seedling.... Pada spektrum FTIR dengan puncak serapan 911,10 cm, 899,53 cm, dan 899,53 cm menunjukkan adanya gugus C-O-C yang terindikasikan bahwa terdapat karakteristik penyerapan dari β-glycosidic. Ikatan ini adalah yang menghubungkan glukosa satu dengan yang lain Putera, 2012. Hasil FTIR dari ke tiga perlakuan di atas memiliki puncak serapan yang mirip, namun intensitas atau kelimpahannya berbeda tetapi tidak begitu signifikan. ... Netty Ino IschakDwi FazrianiDeasy N BotutihePenelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik selulosa dari limbah kulit kacang tanah yang meliputi kadar air, kadar abu, dan kadar selulosa serta mengetahui berapa daya adsorpsi optimum kulit kacang tanah terhadap ion logam besi berdasarkan variasi massa, pH, dan waktu kontak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit kacang tanah. Tahap pembuatan selulosa dari kulit kacang tanah terdiri dari tahap dewaxing, delignifikasi dan bleaching. Karakterisasi selulosa menggunakan Instrument Fourier Transform Infrared FTIR. Aplikasi selulosa digunakan sebagai adsorben logam besi dengan menggunakan Atomic Absorption Spektrofotometri AAS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selulosa yang diperoleh memiliki kadar abu sebesar 5,01%, kadar air 2,7%, kadar selulosa 59,58%. Hasil optimum untuk variasi massa adalah 1 gram dengan konsentrasi besi yang teradsorpsi adalah 0,7467 mg/L, untuk hasil optimum pada variasi pH adalah pH 5 dengan konsentrasi besi yang teradsorpsi adalah 0,8502 mg/L, dan untuk variasi waktu kontak paling optimum adalah 90 menit dengan konsentrasi besi yang teradsorpsi adalah 0,5386 mg/L.... Generally, banana stems in the community are underutilized and thrown away as a waste Elizabeth, 2001. Meanwhile, water hyacinth is commonly found in waters and is considered as a weed Putera, 2012. ...Edy Agustian YazidAbdul WafiSiti MaryaningsihWaste cooking oil is cooking oil that has been used to fry food ingredients repeatedly. Cooking oil heated at high temperatures will be damaged to produce peroxide compounds that accelerate the process of developing a rancid odor, reducing the quality of the oil and the nutritional value of fried foods. The research was conducted by the spectrophotometric method using a wavelength of 200-300 nm. Based on the results of the study, the addition of g, g, g and g of banana midrib adsorbents obtained peroxide concentrations of and respectively. The addition of water hyacinth adsorbent successively obtained and The largest percentage decrease was found in the addition of banana midrib adsorbents, namely 38% and water hyacinth 30%. From the independent T-test statistical test, it was obtained that pCorn stalk has a high cellulose content, so that it is potential to be used as a composition for making alginate-carboxymethyl cellulose beads. Alginate and cellulose are biodegradable, renewable and non-meltable polymers that have wide applications in various industrial sectors. The purpose of this study was to determine the effect of crosslinking agent C4H6O4Zn on the adsorption and shape of beads. The varied concentrations of C4H6O4Zn are 3%; 5% and 10%. Characterization of alginate-carboxymethyl cellulose beads composites using Fourier Transform InfraRed FTIR, and Scanning Electron Microscope-Energy Dispersive X-Ray SEM-EDX. Based on research, the highest swelling value is obtained at 5% C4H6O4Zn crosslink which is FTIR data shows the appearance of wave numbers at 1413 cm-1 which indicates the presence of C-O Na groups, while at wave number 458 cm-1 indicates the presence of Zn-O groups. SEM-EDX data with a 5% C4H6O4Zn crosslink has a round shape with a wrinkled surface, multiple grooves causing a non-homogeneous surface. Whereas in C4H6O4Zn 10% the surface is almost smooth